PART 1
Pernikahan adalah suatu yang amat sakral dalam Hindu. Sebab hanya dari pernikahan yang sah sajalah dapat dilahirkan manusia sebagai pelanjut keturunan yang suputra (mampu menyebrangkan orang tuanya dari neraka ke surga)
Namun bagaimana dengan pernikahan berbeda agama? Apakah diperbolehkan dalam Hindu?
Dalam pernikahan Hindu ada Tri Upasaksi, yaitu manusa saksi (manusia), Daiwa Saksi (Tuhan) dan Bhuta Saksi (alam). Dalam berhubungan dengan Daiwa Saksi, harus dilakukan persembahyangan menurut Hindu, yang artinya kedua mempelai harus memeluk agama Hindu.
Kemudian upacara Ma Byakala, upacara ini prosesi yang sangat penting karena tujuannya adalah menyucikan benih laki-laki (Purusha) dan benih perempuan (Pradhana) sehingga suatu hubungan seks setelah menikah bisa dikatakan sah apabila dilakukan upacara ini. Lagi-lagi ini dilakukan secara Hindu, jadi kedua mempelai harus beragama Hindu.
Perlu dipertegas lagi, pernikahan itu sangat sakral. Bukan sekadar mengucap janji hidup semati lalu besoknya cerai dan menikah lagi dengan orang lain. Itulah mengapa prosesi pernikahan Hindu cukup rumit apalagi proses perceraiannya.
Melihat kepada kewajiban suami dan istri setelah menikah, maka tidak dimungkinkan pernikahan berbeda agama. Termasuk bila saat prosesi pernikahan salah satu mempelai masuk Hindu lalu setelah upacara kembali lagi ke agama asalnya. Agama bukan untuk dipermainkan!
Kewajiban pasutri memenuhi Dharma, Artha dan Kama. Artha artinya mencari kekayaan dan kemakmuran, Kama artinya memenuhi keinginan. Ini sudah sewajarnya dilakukan oleh pasutri. Tetapi jangan lupa dengan Dharma, kewajiban pasutri adalah melakukan Panca Yajña. “Wahai mempelai laki-laki, lakukanlah yajña (pengorbanan suci) yang akan mengantarkan keluargamu mencapai kebahagiaan dan perkawinan yang penuh rahmat. Senantiasa berbaktilah kepada Hyang Widhi, berikanlah kegembiraan kepada semua makhluk.” (Yajur Weda VIII,4)
Melakukan Dharma (kebenaran) adalah kewajiban utama! Mencari Artha dan memenuhi Kama adalah hak. Dalam arti pasutri tidak bisa mengambil haknya tanpa melakukan kewajibannya terlebih dahulu.
(Sumber : Di kutip dari Akun instagram Generasi Hindu secara utuh.)
Pernikahan adalah suatu yang amat sakral dalam Hindu. Sebab hanya dari pernikahan yang sah sajalah dapat dilahirkan manusia sebagai pelanjut keturunan yang suputra (mampu menyebrangkan orang tuanya dari neraka ke surga)
Namun bagaimana dengan pernikahan berbeda agama? Apakah diperbolehkan dalam Hindu?
Dalam pernikahan Hindu ada Tri Upasaksi, yaitu manusa saksi (manusia), Daiwa Saksi (Tuhan) dan Bhuta Saksi (alam). Dalam berhubungan dengan Daiwa Saksi, harus dilakukan persembahyangan menurut Hindu, yang artinya kedua mempelai harus memeluk agama Hindu.
Kemudian upacara Ma Byakala, upacara ini prosesi yang sangat penting karena tujuannya adalah menyucikan benih laki-laki (Purusha) dan benih perempuan (Pradhana) sehingga suatu hubungan seks setelah menikah bisa dikatakan sah apabila dilakukan upacara ini. Lagi-lagi ini dilakukan secara Hindu, jadi kedua mempelai harus beragama Hindu.
Perlu dipertegas lagi, pernikahan itu sangat sakral. Bukan sekadar mengucap janji hidup semati lalu besoknya cerai dan menikah lagi dengan orang lain. Itulah mengapa prosesi pernikahan Hindu cukup rumit apalagi proses perceraiannya.
Melihat kepada kewajiban suami dan istri setelah menikah, maka tidak dimungkinkan pernikahan berbeda agama. Termasuk bila saat prosesi pernikahan salah satu mempelai masuk Hindu lalu setelah upacara kembali lagi ke agama asalnya. Agama bukan untuk dipermainkan!
Kewajiban pasutri memenuhi Dharma, Artha dan Kama. Artha artinya mencari kekayaan dan kemakmuran, Kama artinya memenuhi keinginan. Ini sudah sewajarnya dilakukan oleh pasutri. Tetapi jangan lupa dengan Dharma, kewajiban pasutri adalah melakukan Panca Yajña. “Wahai mempelai laki-laki, lakukanlah yajña (pengorbanan suci) yang akan mengantarkan keluargamu mencapai kebahagiaan dan perkawinan yang penuh rahmat. Senantiasa berbaktilah kepada Hyang Widhi, berikanlah kegembiraan kepada semua makhluk.” (Yajur Weda VIII,4)
Melakukan Dharma (kebenaran) adalah kewajiban utama! Mencari Artha dan memenuhi Kama adalah hak. Dalam arti pasutri tidak bisa mengambil haknya tanpa melakukan kewajibannya terlebih dahulu.
(Sumber : Di kutip dari Akun instagram Generasi Hindu secara utuh.)
Komentar
Posting Komentar